Aku dan Bima besar bersama-sama.
Sejak kecil kami bertetangga. Bermain basket bersama sampai-sampai menangis pun
bersama saat diganggu anak-anak nakal di jalan. Kami tumbuh dan sekolah di
tempat yang sama.
Bagiku, Bima adalah sahabat
terbaikku bahkan sampai ku anggap dia kakakku sendiri. Walaupun dia cowok dan aku
cewek, kami fine-fine saja menjadi
sahabat. Aku tak peduli apa kata orang padaku. Banyak yang bilang kalau aku
nggak pantas bersahabat dengannya, karena perbedaan status.
“Kamu nggak malu sahabatan sama
Bima?”
“Nggak, kenapa harus malu? Dia kan
baik, pengertian lagi.”
“Eh, kamu tuh nggak pantas sahabatan
sama orang miskin itu!”
“Pantas saja! Bagiku persahabatan
itu tak memandang status, kaya atau miskin, pintar ataupun bodoh.”
Suatu hari Bima dan aku bermain
basket di lapangan basket sekolah. Di tengah-tengah bermain, aku tersandung.
Untung saja Bima nolongin. Tak terasa hari sudah sore. Kami memutuskan untuk
pulang, akan tetapi kami tidak bersamaan. Bima pulang terlebih dahulu, karena
aku masih menunggu jemputan. Sambil menunggu, aku duduk santai. Tiba-tiba
datang Tina’s gang, mereka
mengancamku agar tidak bermesraan dengan Bima.
“Sekali lagi gue lihat loe mesra sama Bima, awas loe!”
“Aku sama Bima kan cuma sebatas sahabat saja!”
“Iya, gue juga ngerti. Tapi yang wajar aja dong!”
“Perasaan aku sudah bersikap wajar,
deh!”
“Gak usah sok munafik, deh! Gue tadi lihat loe mesra-mesraan sama
Bima, waktu loe tadi jatuh.”
“Oh, itu. Aku gak sengaja tersandung, lalu Bima cuma nolongin aku aja. Salah
paham sih kamu!”
“Halah,cari alasan aja loe!”
Karena sudah dijemput, kutinggalkan
mereka. Sampai rumah, aku bergegas mandi dan ganti baju. Setelah itu aku pergi
ke rumah Bima, aku ceritain kejadian itu kepada Bima. Bima tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
“Eh Bim tahu nggak loe, apa yang terjadi setelah loe pulang?”
“Emang apa?”tanyanya penasaran
“Aku tadi diancam sama Tina’s gang untuk nggak mesra-mesraan
sama aku. Aku sentak kagetlah! Perasaan aku gak
pernah mesra-mesraan sama kamu. Eh, ternyata mereka salah paham waktu kamu nolongin aku waktu jatuh tadi.”
Setelah aku selesai cerita, Bima
juga bercerita tentang Tina. Ternyata Tina suka sama Bima sejak SMP dan saat
SMA ini aja dia masih suka. “Setia banget
tuh orang.”pendapatku dalam hati.
“Bil, gue nggak nyangka kalau Tina
tuh bakal suka sama gue sampai saat
ini. Sampai-sampai loe kena batunya.
Maafin gue ya, Bil!”
“Gak papa kali Bim, santai aja. Tapi tuh orang setia banget ya sama loe.”
“Maka dari itu, gue minta pendapat loe
ya! Gimana caranya biar Tina gak
dekat-dekat gue lagi?”
“Ya nanti gue pikirin di rumah, lagi bad
mood gue sekarang.”
Setibanya di rumah, gue mikir caranya biar si Tina gak
dekat-dekat lagi sama Bima. Akhirnya gue
dapat ide juga. Gue langsung nelpon
Bima.
“Hai, Bim! Dah ngantuk belum loe, gue dah dapet ide nih!”
“Apa tuh?”
“Gimana kalau loe ngrubah penampilan loe jadi anak culun gitu. Gimana setuju
gak loe?”
“Ok, sambung besok di sekolahan aja, gue
mau tidur dulu.”
Istirahat terakhir pun tiba, gue dan Bima bergegas menuju kantin
untuk makan. Yeah ternyata di sana sudah ada yang nunggu Bima. Siapa lagi kalau
bukan Si Tina’s gang. Rencana kami gagal deh!
Untuk ngomongin masalah ngrubah penampilan Bima.
“Sini Bim, gabung ama gue!” teriak Tina
“Emm…, gue sama Nabila aja deh!”
sahut Bima
Bel masuk berbunyi. Gue dan Bima bergegas menuju kelas.
Pelajaran pun usai. Sebelum pulang, gue dan
Bima ngomongin masalah ngrubah penampilan. Akhirnya Bima setuju
untuk mengubah penampilannya. Untuk itu kami pergi ke mall untuk berbelanja apa
saja yang diperlukan, seperti kacamata.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba,
sampai-sampai aku tertawa terbahak-bahak. Gak nyangka Bima bakal seculun itu.
Tapi itu semua dilakukan agar Tina jauh darinya. Memang benar kata pepatah
“Berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian.”
“Hag…hag…hag…! Moga sukses ya!”
“Ngledek mulu sih loe!”
Begitu Tina tahu kalau Bima jadi culun, dia udah gak dekat-dekat lagi sama Bima. Senangnya hatiku , rencanaku berjalan
lancar dan berbuah hasil yang memuaskan. Dan yang bikin tambah senang, aku bisa
leluasa dengan Bima, hhhee.
“Hai, Bim! Congratulation!”
“Yeah, semua ini berkat kamu juga.
Makasih, ya. Kau memang pahlawanku. Sebagai tanda terimakasih, gue traktir deh!”
Walaupun sudah berhasil tetapi gue sarankan Bima agar tetap
berpenampilan culun. Hari-hari
kujalani bersamanya dengan indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar