Cerpen : Tak Ada Yang Bisa Melawan Takdir
Namaku Desti, mahasiswi Universitas
Indonesia yang masih enggan menjalin sebuah hubungan. Sejak dari SD sampai
kuliah ini aku belum pernah menjalin hubungan seperti teman-temanku. Meskipun banyak
cinta yang datang. Mulai dari keluarga, teman-temanku dan tetangga-tetanggaku
heran kepadaku akan soal itu. Aku baru menyadari hal itu sewaktu duduk di
bangku SMP.
“Des, kenapa loe gak terima si Bagus?
Dia kan ganteng, kurus, tinggi, pintar lagi.”tanya salah satu temanku.
“Gak
ah, aku mau konsen belajar untuk UN!”
“Kalau gue jadi loe, gak pikir-pikir lagi deh, gue
langsung
terima. Secara, dia perfect gitu!”
Suatu malam aku berfikir, “ Kenapa
ya, aku kok belum pernah ngerasain jatuh cinta?Padahal semua cowok yang nembak aku,
cowok popular.” Pertanyaan itu terus membayangi sampai aku menjadi mahasiswi.
Hari itu aku ada kuliah pagi.
Krrriiiiinggg…kriiinggg…! Jam beker berbunyi menunjukkan pukul 07.00 WIB. Aku bergegas
ke kamar mandi. Karena waktu sudah mepet
banget, aku gak sempat sarapan.
“Bruukkk…!”suara buku terjatuh
karena tabrakan. Aku bergegas mengambil buku. Tetapi, belum sampai memegang
buku itu, aku dan dia mengambil secara bersamaan. Yeah! Pasti tahu kan apa yang
terjadi selanjutnya? Yapp, betul sekali! Tangan kami bertumpang tindih dan kami
saling berpandangan.
“Eh
maaf ya, aku gak sengaja!”kata maaf
darinya
“Seharusnya, akulah yang minta maaf.
Maaf ya, aku buru-buru ada kuliah pagi! Kalau ada waktu kita sambung lagi.”jawabku
tergesa-gesa
Segera aku bergegas menuju ruang
kuliah, soalnya kurang 5 menit lagi mulai. Pelajaran pun usai. Sebelum pulang,
aku jalan-jalan di taman yang ada di sekitar kampus. Ku dudukki kursi yang ada
di taman. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.
“Maaf, apakah aku boleh duduk di
sini?”tanyanya
“Oh, silahkan. Kamu yang tadi pagi
itu kan?”jawabku
“Iya, namaku Rio. Nama kamu siapa?”
“Desti.”
Perbincangan singkat berakhir. Aku
segera pulang. Setiap ku melakukan apapun ku teringat kejadian tadi pagi.
Sampai-sampai gak bisa tidur hanya karena mikirin dia. Ku lihat handphone terus
menerus, berharap Rio SMS. Kringgg…kringgg….!handphoneku berbunyi
“Ada SMS!”teriakku dengan kegirangan
“Riiiiooo…!”
Karena keasyikkan SMS dengannya, tak
terasa sudah larut malam. Kami mengakhiri obrolan kami lewat handphone, Rio menelponku.
“Hi, sudah dulu ya. Aku sudah
ngantuk nih!”kata Rio
“Iya, makasih sudah menyempatkan
waktu untuk SMSan denganku.”jawabku
Tidak tahu kenapa aku tidak bisa
tidur, mikirin Rio terus. Membayangkan dia, membaca SMS darinya sampai
senyum-senyum sendiri. Keesokan harinya, aku ada kuliah pagi. Aku lupa tidak
mengatur alarm, alhasil bangun kesiangan deh! Aku bergegas mandi, ganti baju
lalu berangkat ke kampus. “Tok…tok…tokk!”ku ketuk pintu ruang kuliahku
“Permisi, Pak!”ucapku dengan tubuh
bergetar
“Kenapa kamu terlambat? Jangan
bilang karena macet!”jawab dosenku dengan nada keras
Syukurlah aku masih dapat izin untuk
mengikuti pelajaran. Sementara dosenku menerangkan, aku tertidur. Lagi-lagi aku
mengimpikan Rio.
“Desti! Simpulkan apa yang telah
bapak terangkan!”sentak dosenku
“Rio…!”jawabku
“Siapa itu Rio? Kamu itu saya suruh
menyimpulkan apa yang sudaj saya terangkan, bukan Rio!”
Teman-temanku tertawa
terbahak-bahak. “Hag…hag…hag!”
“Anak ekonomi itu ya?”tanya salah
seorang temanku
“Bukan!”jawabku ketus
“Halah ngaku aja deh loe! Se-kampus
ini yang namanya Rio cuma anak ekonomi itu!”
“Ya,deh!”
Pelajaran telah usai. Aku ada janji
dengan Rio untuk dinner. Sebelumnya, aku pergi ke mall untuk beli gaun dan accessories yang cantik untuk ku gunakan
nanti malam. Aku akan dijemput Rio tepat pukul 19.00 WIB. Jam menunjukkan tepat
pukul 18.30 WIB, aku bersiap-siap.”Tiinn…tinnn!”menandakan Rio telah datang
“Bi, nanti tolong bilangin ke Mama
kalau aku pergi dinner dengan Rio ya?”pintaku kepada bibi
“Baik, Non.”
Sesampainya di tujuan, aku terkejut
dengan tatanan yang indah.”Waw, its magic!”
Suasana hening dan sunyi di tempat itu, hanya kami berdua saja yang berada di
sana.
“Kamu suka gak sama semua ini? Aku sendiri lho yang menyiapkan.”
“Cantik banget! Aku suka! Like
this.”
Di tengah-tengah suasana hening,
tiba-tiba Rio ingin mengatakan sesuatau padaku. Katanya sih hal yang penting.
Rio nembak aku. Akhirnya kami pun menjadi sepasang kekasih.
“Des, a a k k ku suka sa m m ma ka a
a mm mu. Gimana? ”
“Ya, deh.”jawabku gerogi
***
3 tahun kemudian
Selama itu kami tidak pernah ada ceg-cog yang level tinggi paling-paling
cuma salah paham. Hari ini hari ultahnya Rio yang ke-24. Aku mempersiapkan surprise untuknya dan tak lupa juga kado
istimewa.
Jam tepat menunjukkan pukul 23.00
WIB, aku dan Rio ketemuan di taman dekat rumahnya. Sambil menunggu detik-detik
ultah Rio, kami berbincang-bincang tentang
hubungan kami ke depan. Tak sabar aku menunggu jam 12 malam.
Kembang api pun sudah dinyalakan
oleh pelayan yang telah kusuruh. Kami menikmati itu semua. Ku berikan kado
istimewa untuknya, yaitu sebuah foto kami berdua yang gokil abis. Walaupun tak
seberapa berharganya, tetapi itu sudah membuatnya bahagia. Betapa senangnya
hatiku. Akan tetapi tak selamanya bahagia ku rasakan, karena Rio berpamitan denganku
bahwa ia ingin meneruskan kuliahnya ke Amerika. Tak kuat ku menahan, air
mengalir dengan sendirinya bak air bah datang dengan tiba-tiba.
“Des, maaf kalau ini membuat kamu
menangis. Besok pagi aku akan pergi ke Amerika untuk melanjutkan kuliah.”
“Tapi, apakah harus besok itu?
Kenapa kamu gak bilang dari kemarin-kemarin?”jawabku dengan nada
tersendal-sendal
“Aku gak mau kamu sedih, Des. Ini
kalung untuk kamu, aku pakaikan ya? Jika kamu rindu ataupun mendapat masalah
ciumlah kalung itu, maka kamu akan tenang.”
Keesokan harinya ku mengantar Rio ke
Bandara Soekarno-Hatta. Tak selesai-selesainya air mata mengalir deras di
wajahku. Setelah lepas landas, aku pun segera pulang. Ketika sampai di rumah,
adikku menonton berita tentang pesawat jatuh. Ku baca daftar nama penumpang
yang telah ditemukan dengan keadaan meninggal.
“Muhammad Rio Hardika!”teriakku
dengan nada sock
Ku bergegas lari menuju kamar. Ku
tumpahkan semua air mataku untuk menangisi orang terindah dalam hidupku.”Ding
dong…!”bel rumah berbunyi
“Non, mamanya Den Rio!”teriak bibi
“Iya, Bi. Suruh tunggu sebentar.”
“Tante!teriakku Ku peluk mamanya Rio
dengan erat.”Hiks…hiks…hiks!tangisku
“Nak, mari kita susul Rio untuk
mengajaknya pulang ke rumah!”ajak Tante
“Ya, Tan.”
Menjelang sore kami pun tiba. Kami
bergegas membawa Rio pulang setelah diotopsi. Setibanya di rumah, Rio langsung
dimandikan dan dimakamkan. Aku belum sanggup menrima kenyataan ini. Ku tetap
menangis dia atas batu nisan Rio.
“Kenapa kamu harus ninggalin aku,
disaat aku telah menemukan seseorang yang pantas menjadi pasangan hidupku?
Kenapa kamu tega melakukan semua ini?”
“Janganlah kamu menangis hanya untuk
kepergianku. Suatu saat nanti kau akan mendapatkan seseorang yang lebih baik
daripada aku. Simpanlah semua kenangan dan impian kita.”
“Rio!” Ini tadi benar-benar kamu? Ku kan semangat
untukmu.” Sejak saat itu ku jalani kehidupanku dengan ceria dang senang hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar